ANATMAN PICTURES PRESENTS
You can download the press kit here.
DIRECTOR'S STATEMENT
Setelah Diam & Dengarkan (2020), ada banyak hal yang berubah dari caraku memandang segala sesuatu. Melihat lingkungan dan alam raya yang saling terhubung, penuh interkoneksi, ternyata tidak berhenti di level dunia materi.
Pemahaman bahwa segala sesuatu itu saling terpaut kini semakin kuat, dan bukan hanya sebuah konsep yang abstrak. Bahwa setiap hal kecil yang kita lakukan akan berlanjut dan berdampak.
Hidup adalah tentang memilih. Dalam satu hari, manusia dewasa dihadapkan pada 35.000 pilihan*, dari momen bangun tidur hingga malam tidur lagi. Hidup ini hanya berputar di pilihan-pilihan. Pilihan kita setiap hari, setiap saat dari momen ke momen.
Membuat film tentang politik adalah sesuatu yang aku hindari karena merasa tidak punya kapasitas yang cukup untuk bicara tentang politik. Namun aku tersadar, setelah banyak belajar dari para narasumber di film ini, bahwa ternyata pilihan-pilihan kita setiap hari adalah sesuatu yang sangat politis.
Kesadaran ini akhirnya membawa aku pada sebuah pilihan politis untuk membuat film tentang kesadaran akan pilihan-pilihan kita setiap saat, dari waktu ke waktu. Pilihan yang bisa kita lihat dengan semakin jelas, saat kita memberi jeda, dengan mata terpejam.
Dan aku akhirnya memilih membagikan perjalanan politik ini lewat film “Terpejam untuk Melihat”
Mahatma Putra, Sutradara
*hasil riset Eva Krockow, Univ. Leicester, Inggris
TRAILER
SCREENINGS
Film dokumenter independen ini dibuat tanpa tujuan komersial dan tidak mempunyai asosiasi dengan pihak-pihak mana pun di luar Anatman Films.
Sistem pendanaan film ini berasal dari donasi Anatman Pictures ke Yayasan Anatman for Community sebagai bentuk komitmen B Corp Anatman Pictures dan disebarkan secara gratis di YouTube.
This independent documentary was made without commercial purpose and not associated with any other party outside of Anatman Films.
This film will be funded by Anatman Pictures donation to Yayasan Anatman for Community as our B Corp commitment realization and published free to watch on YouTube to reach a wider audience.
Intro
Film dimulai dari interkoneksi tentang segala hal di alam semesta, lalu berakhir di pertanyaan tentang interkoneksi kita lewat pilihan-pilihan kita. Pilihan yang rupanya adalah sesuatu yang politis.
Narasi awal berupa puisi dengan gaya bahasa tutur sederhana Thich Nhat Hanh untuk menyentuh awan, menyentuh makanan di depan mata, menyentuh interkoneksi dengan kesederhanaan.
Gagasan utama dalam premis film ini adalah mengenai interkoneksi. Di chapter pertama dipaparkan penjelasan mengenai interkoneksi, bahwa segala sesuatu saling berkaitan.
​
Film ini dinarasikan dengan penuh perasaan dan cinta kasih oleh Nadine Alexandra Dewi.
Chapter 1 dimulai dari sebuah pondok pesantren di Cirebon, pondok pesantren ekologi Ath Thaariq, yang didirikan oleh Nissa Wargadipura. Teh Nissa akan menceritakan apa itu interkoneksi lewat kacamatanya. Bagaimana segala sesuatu di alam raya ini saling terhubung.
​
Mengupas manusia sebagai makhluk sosial dan politik yang selalu akan berinteraksi dan terkoneksi. Mengenai sistem sosial, menguasai & dikuasai. Jauh bahkan sebelum Indonesia ada, sebelum demokrasi dan pemilu ada, manusia juga sudah berpolitik. Namun, dalam pemahaman yang lebih jauh, kehidupan politik manusia turut bermuara pada pemahaman begitu dekatnya kita dengan alam. Berkesalingan, begitu kami meminjam istilah Teh Nissa. Contoh nyata itu, dalam skala yang kecil, kami tuturkan lewat sistem kehidupan di pondok pesantren Ath Thaariq.
​
Selain itu, kisah yang serupa, nilai-nilai hidup yang sama ternyata turut dijumpai di Omah Lor, sebuah komunitas dan rumah singgah bagi para pegiat permakultur dengan narasumber Dwi Pertiwi.
​
Di chapter awal ini kita patut beri pemahaman sederhana soal apa interkoneksi/berkesalingan itu, dan kenapa itu jadi penting. Chapter ini sekaligus jadi pembuka dan dasar pemikiran film, bahwa pemilu atau politik praktis bukan yang utama dibahas di film Terpejam untuk Melihat.
​
Narasumber:
Nissa Wargadipura - Pesantren ekologi Ath Thaariq Garut
Dwi Pertiwi - Praktisi Permakultur
Chapter 2 adalah chapter yang bercerita tentang kondisi politik praktis di Indonesia. Chapter ini berisi keresahan dari sudut pandang jurnalis dan aktivis. Mereka yang berjuang untuk orang-orang yang dimarginalkan secara sistemik.
​
Dimulai dari kisah hidup dan masa kecil Joan, kemudian Joan bercerita mengenai insight bekerja sebagai jurnalis, tentang kondisi politik praktis di Indonesia, tentang ketidakadilan, dan juga ketidakterwakilan.
​
Joan juga akan berbagi mengenai praktek mindfulness yang membantunya mengurai pikiran, apalagi yang dihadapi sehari-hari adalah sesuatu yang tiada hentinya dan membawa tekanan.
​
Evi Mariani kemudian menceritakan ketidakadilan politik praktis di Indonesia dan bagaimana ia menantang ketidakadilan melalui media yang dirikan (project M), serta segala tantangan kita bersama sebagai warga negara Indonesia.
​
Narrator menjembatani cerita ke underrepresented queer figure. Klimaks mereka yang tersingkir dan termarjinalkan, Mama Atha, seorang narasumber queer ini dari kalangan akar rumput. Chapter ini ditutup dengan pertanyaan keterwakilan hak para minoritas dan marginal.
​
Narasumber:
Joan Rumengan - Jurnalis & Praktisi Meditasi
Evi Mariani - Co-Founder & Executive Director Project Multatuli
Mama Atha - Transpuan Pendiri Sanggar Seni Kampung Duri
Setelah melihat ketidakadilan dan kondisi kesehatan politik praktis di Indonesia, chapter ini akan membahas bagaimana mereka yang berjuang di dalam sistem yang mapan, sistem yang terjamin.
​
Masuk ke dalam sistem yang mapan. Di sini kita akan berkenalan dengan Anggiasari, staf khusus wakil ketua MPR RI, seorang perempuan difabel, yang memperjuangkan hak-hak komunitas difabel dan yang terpinggirkan lewat jalur sistem yang mapan.
​
Kemudian bagaimana untuk mengubah sistem yang mapan dengan menjadi oposisi. Kita akan bertemu dengan John Muhammad, dari Partai Hijau Indonesia. Partai Hijau menyuarakan kesadaran lingkungan, keberagaman, dan kesetaraan. Bagaimana tantangan partai yang sangat kecil, baru beranggotakan 3000 orang, namun punya cita-cita untuk masuk ke arena politik dan menantang pemain yang mapan.
​
Jalur ketiga, belajar dari sejarah, bahwa agama bisa punya pengaruh politik yang sangat besar. Agama dan kepercayaan apa pun bisa menjadi kendaraan politik. Di sini kita akan bertemu Franz Magnis Suseno, filsuf dan budayawan Katolik, yang bisa menceritakan abuse of power dalam gereja Katolik sebelum adanya konsili Vatikan, di mana agama Katolik di Eropa jadi sangat berkuasa dan kekuasaan absolut itu membawa beragam jenis korupsi bahkan perang. Ditutup dengan bagaimana kita perlu untuk belajar dari sejarah supaya hal yang sama tidak terulang.
​
Narasumber:
Anggiasari Puji Aryatie - Staf Khusus Wakil Ketua MPR-RI
Franz Magnis Suseno - Romo Katolik, pengajar filsafat, dan penulis
John Muhammad - Ketua Partai Hijau Indonesia (PHI)
Chapter ini menampilkan contoh hidup keluar dari sistem yang ada.
Mulai dari sistem mata uang, sistem ekonomi, sistem negara. Bagaimana hidup dari komunitas itu sebenarnya mungkin untuk dilakukan (think of a Global Village).
Tokoh utama dalam chapter ini adalah Maharlikha, seorang pekerja kantoran, yang sejak beberapa tahun terakhir memutuskan untuk pindah ke Banjarnegara, sebuah desa kecil, menjauhkan diri dari hingar bingar dan hustle culture kota besar.
Dilema paling besar Maharlikha adalah saat ia harus memilih hidup terus di kota atau pindah ke desa, menjalani komitmen permakulturnya. Akhirnya, ia memilih kehidupan di desa untuk menjaga orang tuanya, meninggalkan seluruh hingar bingar kota metropolitan.
Maharlikha hidup kembali seperti zaman mbah-mbah-nya dulu dan menerapkan budaya petani sebagai prinsip-prinsip hidupnya.
Gambaran yang tidak akan pernah ideal, tapi lewat kisah ini, kita bisa melihat bahwa sebenarnya mungkin untuk hidup keluar dari sistem, untuk menghayati hidup dengan cara yang lain, termasuk lepas dari sistem yang negara berlakukan.
Golput adalah salah satu cara melawan sistem. Golput yang baik bukan tidak memilih karena apatis, sehingga hak suaranya malah bisa disalahgunakan. Golput yang baik menunjukkan tanggung jawab yang berat dan besar dan harus diemban dalam keseharian.
​
Narasumber:
Maharlikha - Petani di Banjarnegara
Chapter ini membawa kesimpulan, bahwa untuk menjadi sadar dalam pilihan-pilihan kita setiap hari, yang sebenarnya sangat politis, tidak melulu hanya dilakukan lewat kotak TPS.
​
Semua orang bisa sadar politik dan punya pilihan politik setiap hari.
​
Ada beberapa subjek menarik yang berjuang lewat cara mereka masing-masing.
-
Robi Navicula menggunakan musik sebagai media untuk melahirkan kesadaran politik, kesadaran lingkungan, media untuk membakar semangat melakukan perubahan.
-
Wira Dillon lewat board game yang ia ciptakan melahirkan kesadaran politik dan lingkungan. Bahkan sejak kanak-kanak pun, untuk memperkenalkan kesadaran lingkungan dan politik bisa dilakukan! Board Game Wira Dilon bernama EMISI.
-
Putri berkarya lewat sabun-sabun ramah kulit dan lingkungan bernama Laut Tentrem. Usaha ini ia lakoni di tengah kesibukannya sebagai ibu rumah tangga dan pekerja kantoran yang menaruh minat besar pada pemulihan lingkungan.
-
Para guru di Bali dan peserta Bank Sampah provinsi Bali yang melakukan gerakan bersih-bersih pantai bersama-sama.
-
Seorang pembantu rumah tangga dan buta huruf, Amad melakukan praktek berkebun, memanfaatkan lahan kosong depan rumah. Ia menanam sayur, memelihara ayam, yang kemudian ia gunakan untuk mencukupi hidupnya sendiri.
​
Memilih itu dilakukan setiap hari, setiap saat, tanpa henti. Ada 35.000 pilihan yang harus manusia buat dengan sadar tiap harinya. Tentang semua pilihan dalam hidup kita sehari-hari menghantarkan pada pilihan kolektif, kesadaran kolektif, proyeksi kolektif.
​
Narasumber:
Gede Robi - Navicula
​
Featuring:
Andre Dananjaya (KOPERNIK) - Ilmuwan membuat temuan-temuan inovatif yang gampang direplikasi untuk kebaikan bersama
Komunitason - Pembuat board game lingkungan
Mahatma Putri - Ibu Rumah Tangga, Karyawati, Pelaku Industri Sabun Ramah Lingkungan
Nyoman Arianto - Ketua Bank Sampah Bali
Mas Amad - Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan penggiat kebun, seorang buta huruf (tuna aksara)
Komunitas Aksi Bersih Pantai guru SD Bali
Epilog - Tersambung … ke segala penjuru.
Ini adalah kesimpulan dari semua chapter. Tentang bagaimana agar berjuang supaya semua bisa berjuang untuk sistem yang adil. Semua dimulai dengan pikiran penuh kesadaran.
Jadi mau berjuang lewat sistem yang terjamin? Oke.
Mau memberontak dan keluar dari sistem? Silakan.
Yang paling penting: memilih tiap hari, memilih dengan sadar keputusan-keputusan kecil kita setiap saat. Apa yang kita konsumsi, makanan, tontonan, permainan, musik, apa yang kita sukai dan ikuti di media sosial kita, barang-barang yang kita beli, karya yang kita buat, hari yang kita sentuh, semua menghantarkan pada sebuah cerminan kesadaran kolektif. Segala yang kita lakukan secara sadar maupun tidak akan berdampak langsung pada kesadaran manusia-manusia lain, paling tidak mereka yang ada di sekitar kita.
Jadilah bola salju.
Kita akan mendengarkan pernyataan para narasumber yang mencoba untuk membayangkan hal yang mustahil. Bayangkan semua manusia sadar dan eling setiap harinya, semua manusia penuh welas asih.
Apa mungkin? Seperti apa kondisi itu? Mereka akan menuturkan itu di sini.
Film akhirnya ditutup dengan meditasi yang dipandu narator, Nadine Alexandra Dewi, untuk memejamkan mata, mengingat dan menyadari kembali pilihan sehari-hari kita. Pilihan-pilihan yang bisa semakin jelas kita lihat saat kita memberi jeda, saat kita melihat ke dalam, bukan melihat ke luar.
Akhirnya, kita bisa menyadari bahwa manusia bukan hanya saling terhubung, tapi benar-benar tersambung.
SOCIAL MEDIA
PRODUCTION TEAM
Anatman Films Presents
Terpejam untuk Melihat
A film by Mahatma Putra
Narrated by
Nadine Alexandra Dewi
Anatman FIlms
IG: @anatmanfilms
Anatman Pictures
IG: @anatmanpictures
YouTube:
​
Executive Producers
Mahatma Putra
Natasha May
Muttaqiena Imaamaa
Producer
Muttaqiena Imaamaa
Director
Mahatma Putra
Written & Developed by
Mahatma Putra
Lidwina Audrey
Muttaqiena Imaamaa
Joan Rumengan
Cinematographers
Mahatma Putra
Abrian Maulana Azmi
Lidwina Audrey
Production Support
Sigit Tri Handaya
Slamet Azis Umar
Suryo Wijoyo
Post Producer
Anggita Panji Nayantaka
Editor
Fahrizal Mochammad
Mahatma Putra
Lidwina Audrey
Jason Rafael Chandra
Colorist
Fahrizal Mochammad
Motion Graphic & Animation
Galih Wardani
Kamaliatul Muschinah
Audio & SFX Engineer
Hari Kurnia
Hamurakabi
Campaign Strategist
Frederica Nancy
Graphic Designer
Margaretha Davina